warta

Memposisikan Public Relations Lebih Strategis

Beberapa waktu lalu salah satu surat kabar nasional mewartakan komunikasi sebagai jurusan yang paling banyak diminati calon mahasiswa di tahun 2015. Di lain hal, disebutkan pula bahwa public relations (PR) atau humas sebagai salah satu cabang ilmu komunikasi dari tahun ke tahun peminatnya selalu bertambah secara signifikan.

Itu semua ditunjang fakta, bahwa praktik PR di Indonesia berkembang semakin dinamis. Fungsi PR yang semula hanya diposisikan sebagai messenger atau penyampai pesan, saat ini sudah berperan secara strategis dalam konteks strategic management. Pengakuan dan apresiasi terhadap praktisi PR sudah semakin tinggi serta pemahaman publik tentang PR itu sendiri sudah semakin baik.

Saat ini seluruh organisasi dalam berbagai bidang dan sektor sudah menyadari pentingnya PR dalam mendukung keberhasilan dan keberlangsungan organisasi. Meski, dalam praktiknya peran dan fungsi PR masih belum seragam. Di industri bisnis dan sektor privat praktisi PR sudah banyak ditempatkan di posisi strategis, namun di sektor publik sebagian besar institusi (baca: lembaga pemerintah) masih menempakan PR hanya sebagai pekerja teknis. Bahkan masih ada yang menempatkan PR sebagai fungsi admisnistratif.

Perbedaan peran dan fungsi itu menciptakan kesenjangan di kalangan praktisi PR itu sendiri. Sehingga, muncul segmentasi praktis dalam industri PR seolah ada perbedaan antara PR swasta dengan PR pemerintah yang secara spesifik menggunakan istilah Humas.

Dalam satu kesempatan saya memandu talk show bertajuk ‘What CEO Wants from PR’ beberapa waktu lalu di Jakarta. Saya mewawancarai tiga CEO Indonesia yaitu Tigor M. Siahaan (pada waktu itu masih menjabat sebagai Chief Country Officer Citi Indonesia), Tony Wenas, President Berkat Resources Indonesia dan Gunawan Susanto, President Direktur IBM Indonesia. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Perhumas ini dikupas bagaimana ekspektasi dan harapan pimpinan puncak perusahaan terhadap praktisi PR-nya yang tergambar secara gamblang dari penuturan ketiga CEO tersebut.

CCO Citi Indonesia menuturkan bahwa PR itu harus mampu menjadi business partner artinya kemampuan PR dalam menerjemahkan strategi bisnis dalam berbagai kegiatan komunikasi yang secara strategis dapat mendukung tujuan dan berdampak kepada bisnis. Tigor menekankan peran PR dalam menjadikan karyawan sebagai brand ambassador perusahaan sangatlah penting, karyawan sebagai aset perusahaan yang mampu merepresentasikan perusahaan di lingkungannya masing-masing sehingga memperkuat citra dan menambah nilai bagi perusahaan.

Pendapat berbeda disampaikan oleh Gunawan Susanto yang menyatakan bahwa seorang PR diharapkan mampu menerjemahkan visi misi perusahaan yang tergambar dalam strategi komunikasinya dan berkontribusi secara efektif dalam pencapaian tujuan perusahaan. Lebih dari itu Presiden Direktur IBM Indonesia itu menekankan bahwa PR harus mampu memperkuat corporate positioning dan menciptakan strategic engagement dengan para pemangku kepentingan. Sementara Tony Wenas menjelaskan bahwa PR itu merupakan salah satu pilar strategis perusahaan dimana upaya-upayanya diharapkan dapat mendukung tujuan perusahaan.

Berdasarkan penjelasan dari tiga CEO itu, bisa diartikan bahwa di perusahaan swasta, PR sudah diposisikan di level strategis. Pemahaman manajemen terhadap peran dan fungsi PR sudah sangat baik sehingga PR diapresiasi begitu tinggi dan ditempatkan dalam fungsi strategic management sejajar dengan fungsi manajemen yang lain dan berperan secara strategis dalam memberikan advokasi kepada manajemen dan perusahaan.

Apakah kondisi ini berlaku bagi semua PR di sektor privat di Indonesia? Menurut penelitian Dr. Elizabeth Goenawan Ananto, yang pernah menjabat sebagai President International Public Relations Association (IPRA) Indonesia bahwa lebih dari 60% praktisi PR yang ada di Indonesia saat ini hanya memiliki kemampuan teknis. Hal ini disebabkan oleh pemahaman CEO terhadap PR yang masih sangat minim. Dan dalam konteks ini, diharapkan PR mampu mengerti ekspektasi CEO mereka.

Lantas bagaimana dengan permasalahan PR di sektor publik? (baca: pemerintah dan perusahaan negara/BUMN). Saya ambil contoh pengalaman saat memandu pelatihan manajemen humas di Pusdiklat Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dimana seluruh pesertanya adalah pranata humas pemerintah. Persoalan yang banyak diutarakan oleh para pegawai humas atau komunikasi publik berbagai instansi pemerintah yang menyatakan bahwa pemahaman para pejabat publik masih sangat rendah tentang peran dan fungsi PR di instansi bersangkutan.

Kondisi tersebut berdampak kepada kinerja dan kontribusi humas di instansi yang cenderung statis, tidak berkembang dan tidak ada kreatifitas dalam pengembangan program-program kehumasan yang dijalankan. Persoalan lainnya yaitu akses dan kewenangan yang diberikan kepada pegawai humas juga terbatas. Kendala lain juga terkait kompentensi dari pegawai humas yang masih kurang memadai untuk menjalankan praktik humas yang benar dikarenakan masih banyak pegawai yang berlatar belakang non komunikasi dan kurangnya pelatihan-pelatihan strategis yang menunjang kinerja mereka.

Di era informasi ini dimana pola komunikasi sudah berubah total dan menghadapi tantangan dan persoalan publik yang semakin kompleks, peran dan fungsi PR menjadi sangat penting dalam mendukung keberhasilan dan menjaga eksistensi organisasi di kalangan pemangku kepentingannya. Permasalahan yang sering terjadi baik di sektor privat maupun sektor publik berkaitan dengan masalah pengelolaan kebijakan dan aktifitas komunikasi dari organisasi yang bersangkutan. Jika manajemen komunikasi itu dilakukan dengan benar dan efektif maka segala isu, peristiwa dan masalah organisasi yang muncul dapat dikendalikan dengan baik oleh para praktisi PR nya.

 

POSISI LEBIH STRATEGIS

Menghadapi persaingan global dan perubahan pola komunikasi di industri informasi ini, idealnya PR sudah diposisikan secara strategis dalam organisasi baik di sektor privat maupun sektor publik. Untuk itu, harus disepakati pemahaman bahwa kunci sukses PR atau Humas dalam menjalankan program-programnya bertumpu pada beberapa aspek.

Pertama, pemahaman manajemen atau pejabat publik tentang peran dan fungsi humas, manajemen puncak harus menyadari arti dan pentingnya praktik organisasi terbuka, agar manajemen informasi dan komunikasi berjalan secara efektif dan terukur. Itu berarti dibutuhkan komitmen dan kepercayaan kepada praktisi PR beserta segala daya dukungnya.

Yang kedua, akses dan kewenangarn yang memadai diberikan kepada praktisi PR demi menjaga citra dan kredibilitas organisasi di mata publik. Semakin besar desakan publik, maka harus semakin besar akses yang diberikan kepada PR.

Yang ketiga, PR harus responsif, komitmen dan dukungan manajemen puncak harus direspon secara positif melalui perencanaan PR yang matang. Termasuk di dalamnya kemampuan dalam manajemen riset dan manajemen informasi yang baik. PR juga harus merespon dengan cepat atas perkembangan atau perubahan yang terjadi di dalam organisasinya.

Keempat, PR harus memahami substansi setiap aspek organisasi dan menyampaikan secara kreatif ke hadapan pemangku kepentingannya. Kelima, keberhasilan PR dalam mengembangkan komunikasi yang efektif bagi organisasi sangat ditentukan bagaimana strategi dan program PR dapat terintegrasi dengan bagian atau fungsi lain dalam organisasi. Strategi dan program PR tidak dapat berjalan sendiri, seutuhnya ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Jika kelima aspek itu sudah dipahami dan disepakati, maka PR atau Humas akan sepenuhnya berperan sebagai dirijen untuk seluruh urusan komunikasi organisasi. Dengan menempatkan PR sebagai dirijen komunikasi organisasi akan menciptakan harmonisasi yang indah antara organisasi dengan publiknya. Selanjutnya, manajemen komunikasi yang efektif dan terukur akan berkontribusi positif dan memberikan nilai tambah bagi keberlangsungan bisnis dan pembangunan reputasi organisasi. *****

 

PR Corner, Majalah BUMN Insight, Agustus 2015.

Oleh: Dian Umar
Executive Director & PR Strategist Holistic Reputation
Dosen di Universitas Indonesia & Universitas Multimedia Nusantara Pengurus BPP Perhumas Indonesia