News Opini

Membangun Hubungan Baik demi Manfaat Lebih Besar dan Berdampak

Membangun niat baik untuk kebaikan yang lebih luas dan berdampak: ”Building goodwill for the greater good”. Tema pertemuan praktisi dan akademisi hubungan masyarakat dunia atau World Public Relations Forum (WPRF) 2023, September lalu, di Chennai, India, itu terasa relevan dengan kondisi dunia saat ini.

Profesi apa pun, khususnya profesi yang terus-menerus dituntut menggerakkan komunikasi, edukasi, dan sosialisasi kepada publik, seperti kehumasan (public relations/PR), pada dasarnya bertujuan menciptakan niat baik dan mempertahankannya secara konsisten.

Pada konteks kehumasan, inti dari upaya membangun goodwill atau tujuan dan niat baik terletak pada relasi antara organisasi dan berbagai pemangku kepentingannya, seperti pemegang saham, mitra perusahaan, karyawan, klien, dan media massa. Entitas bisnis perlu terus membangun hubungan baik dan mendapat kepercayaan konsumen, pemangku kepentingan perusahaan, serta masyarakat. Dengan demikian, niat baik tersebut dapat berdampak lebih besar untuk publik atau masyarakat.

Saat ini, niat baik menjadi sangat penting karena beberapa faktor, antara lain ekspektasi publik yang semakin tinggi, tantangan yang kian kompleks, serta lanskap bisnis yang terus menantang, terutama pascapandemi Covid-19.

Bisnis berkelanjutan

Laporan Risiko Global (Global Risk Report) tahun 2023 yang dirilis World Economic Forum memprediksi terjadinya tantangan pada aspek lingkungan dalam 2-10 tahun ke depan, di antaranya perubahan iklim, perubahan cuaca yang tidak menentu, bencana alam, serta kualitas keragaman hayati dan ekosistem yang menurun.

Laporan ini juga menekankan bahwa dunia yang kita tinggali terus mengalami perubahan dan krisis lingkungan ini menjadi tantangan terbesar yang dapat berdampak pada cara kita menjalankan bisnis. Hal itu merupakan tantangan bagi kemampuan untuk melakukan bisnis secara berkelanjutan.

Tantangan terbesar lainnya adalah kondisi yang terus berubah dan krisis terkait dunia yang terpolarisasi. Setiap negara menghadapi berbagai bentuk penurunan optimisme ekonomi, kesenjangan kepercayaan antarinstitusi, munculnya disinformasi dan misinformasi, ketidakadilan sistemik, dan sebagainya. Hal itu merefleksikan kurangnya kuatnya nilai dan tujuan bersama untuk mencapai kebaikan yang lebih besar.

Sebelumnya, aksi beberapa perusahaan yang terlibat dalam berbagai program dan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) masih berfokus pada seremoni. Kini perusahaan didorong untuk menggeser fokus tanggung jawab sosial dan lingkungan menjadi lebih terbuka terhadap masyarakat. Perusahaan perlu lebih melibatkan masyarakat sekitar agar semakin peka, antara lain terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).

Perusahaan tetap menjadi institusi yang tepercaya. Kini, perusahaan juga dapat dipandang sebagai institusi yang beretika dan kompeten oleh responden. Untuk mengatasi terjadinya penurunan kepercayaan sekaligus meminimalkan dampak perpecahan dan polarisasi tersebut, pemerintah dan dunia usaha perlu membangun goodwill dan menjalankan prinsip kolaborasi.

Kolaborasi itu bertujuan membangun dampak lebih luas untuk kebaikan bersama yang lebih besar. Hal ini merupakan hasil dari Perhumas Indicators yang diluncurkan Perhumas pada 2 September 2023. Perusahaan-perusahaan yang meraih Perhumas PR Excellence Awards, misalnya, baik swasta maupun BUMN, kini telah banyak berkolaborasi pada program tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Kini perusahaan didorong untuk menggeser fokus tanggung jawab sosial dan lingkungan menjadi lebih terbuka terhadap masyarakat.

Berbagai kampanye edukasi terkait isu keberlanjutan dijalankan perusahaan bersama pemangku kepentingan lainnya agar dapat lebih luas menjangkau berbagai kalangan (inklusif) serta berkesinambungan. Isu yang diusung ini terutama terkait penerapan nilai-nilai kelestarian lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, dan Governance/ESG); keragaman, kesetaraan, dan inklusi (Diversity, Equity, dan Inclusion/DEI); serta program pendidikan atau pengembangan kemasyarakatan.

Perusahaan dapat berkolaborasi dengan pemerintah khususnya terkait kebijakan yang meningkatkan taraf hidup, menawarkan peluang untuk melanjutkan pendidikan (upskilling), dan memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah menuju kemandirian ekonomi yang berkelanjutan. Dunia usaha dapat memimpin upaya ini dengan memasukkan tujuan ke dalam inti strategi bisnis menuju keberlanjutan dan kepemimpinan yang bertanggung jawab.

Untuk mencapai kepemimpinan yang bertanggung jawab, akuntabel, dan beretika, entitas bisnis harus memiliki tujuan menuju kebaikan yang lebih besar. Saat ini mulai meningkat kesadaran akan peran strategis perusahaan yang memiliki misi sosial pada masyarakat dan bertanggung jawab di lingkungan tempat mereka beroperasi.

Peran humas adalah menjadi pendorong atau penggerak ”mesin” setiap korporasi dalam membangun nilai-nilai perusahaan agar terjadi perubahan transformatif yang bermanfaat bagi seluruh pemangku kepentingan.

Kecerdasan buatan

Salah satu isu yang saat ini mengemuka di lingkungan bisnis, termasuk kehumasan, adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Banyaknya perangkat baru yang mendukung AI telah menghasilkan hiruk-pikuk virtual tentang kemanfaatannya bagi aktivitas bisnis.

Merujuk pada beberapa kajian, 54 persen dari entitas bisnis di dunia menyatakan, bahwa AI memberikan solusi dengan mendorong produktivitas lebih tinggi. Sebanyak 59 persen eksekutif perusahaan juga percaya bahwa AI mampu meningkatkan kemampuan kompetensi inti bisnis.

Kita tidak perlu khawatir tentang AI karena bentuk teknologi ini adalah sebuah alat. Seperti alat lainnya, yang terpenting adalah bagaimana kita menggunakannya dan untuk tujuan apa alat itu digunakan. AI merupakan kemajuan besar pada upaya menghilangkan pekerjaan rutin dan monoton dalam jumlah yang besar.

Sebagai alat, AI memberikan ruang bagi manusia untuk meningkatkan kapasitas mereka menjadi komunikator yang lebih baik. Terkait hal ini, para praktisi kehumasan pun membahas berbagai perubahan tata kelola dan cara-cara baru yang perlu diadaptasi oleh perusahaan, termasuk AI.

Peran profesi kehumasan dan peran-peran strategis lainnya di perusahaan tentu perlu mendukung dan mengawal berbagai perubahan tersebut. Bagaimana dunia mengubah profesi kehumasan dan bagaimana para praktisi kehumasan turut berkontribusi mengubah dunia. Semua dimulai dengan hal kecil, dimulai dari diri sendiri, antara lain dimulai dengan menyebarkan narasi baik tentang Indonesia.