News

Dewan Pers Ajak Masyarakat Brantas Jurnalis Abal-abal

Jakarta – 11 Februari 2019. PERHUMAS bersama Dewan Pers, KOMINFO dan Div. Humas Polri menghadiri diskusi publik yang diselenggarakan oleh Dempol Institute. Dalam diskusi publik yang bertempat di Gedung Dewan Pers ini, mengangkat tema “Membrantas Jurnalis Abal-abal”. Tema yang menjadi perbincangan hangat oleh para narasumber mengingat semakin maraknya media-media di Indonesia.

Untuk memulai acara, Ketua Dempol Institute, Muhammad Agus Jauhari mempersembahkan film pendek kepada para hadirin. Film yang menggambarkan kondisi jurnalisme saat ini, disambut dengan tawa dan tepuk tangan. Hal ini mampu meningkatkan antusias hadirin sebelum mendengarkan paparan narasumber. Ferdinandus Setu, Kepala Biro Humas KOMINFO, menyampaikan pernyataan presiden dalam acara puncak Hari Pers Nasional. Presiden menyampaikan poin penting, bahwa Pers harus menjadi rumah penjernih bagi masyarakat. Hal ini sebagai himbauan bagi para pelaku media untuk mengedepankan Kode Etik Jurnalistik, jika kita melihat fenomena pertumbuhan media di Indonesia.

Dewan Pers Indonesia menyatakan dalam masa 20 tahun setelah reformasi, masih banyak media yang menyalahgunakan kebebasan pers yang telah ditetapkan. Dari 47.000 media di Indonesia, hanya sekitar 2.400 media yang telah terverifikasi sesuai UU No.40 tahun 1999 tentang Pers. Hal ini cukup miris mengingat kebutuhan masyarakat akan informasi yang akurat belum terpenuhi.

“Kedepan media abal-abal atau jurnalis abal-abal harus kita tertibkan dengan pendekatan persuasif dan kohesif.” ucap Irjen Pol. Muhammad Iqbal, S.Ik., M.H., Kadiv Humas Polri

Melihat pernyataan Kadiv Humas Polri ini semakin menegaskan bahwa, jurnalis abal-abal harus ditertibkan karena telah merugikan banyak pihak. Mengingat dewasa kini masyarakat telah dipenuhi oleh berita disinformasi, dan jurnalis abal-abal terkadang ikut berperan serta menjadi produsen berita hoaks.

Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Yosep Adi Prasetyo, Ketua Dewan Pers, bahwa “jurnalis abal-abal adalah mereka yang mengaku jurnalis padahal bukan, mengaku dari media padahal tidak. Abal-abal hanya ada di Indonesia. Berita yang dimuat menyalahi kode etik jurnalistik.”

PERHUMAS sebagai organisasi profesi hubungan masyarakat di Indonesia ikut menanggapi fenomena tersebut. Tentu sudah menjadi pemahaman kita bahwa, sebagai praktisi humas dalam melakukan aktivitasnya seringkali berhubungan dengan media. “Jurnalis adalah lembaga yang terpercaya, namun belakangan ini tingkat kepercayaan jurnalis menurun akibat fenomena ini,” ucap Heri Rakhmadi, Wakil Ketua Umum I BPP PERHUMAS. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa, humas harus membangun hubungan harmonis dengan jurnalis, tentu saja yang dimaksud bukan jurnalis abal-abal. (FA)