Opini

MASA DEPAN MEDIA VS AI

Agung Laksamana

Ketua Public Affairs Forum Indonesia & Dewan Kehormatan Perhumas

“No, I will not remove the need for human journalists, I also think that human journalists are a key part of providing context and context is critical to providing accurate information.”

Inilah jawaban ChatGPT ketika saya bertanya apakah “dia” akan menggantikan pekerjaan jurnalis. ChatGPT adalah sebuah layanan berbasis artificial intelligence (AI) yang bisa menjawab hampir semua pertanyaan Anda. ChatGPT meluncur pada November 2022. Layanan ini dikembangkan oleh OpenAI; sebuah laboratorium penelitian kecerdasan buatan yang berpusat di Amerika Serikat. OpenAI didirikan pada 2015 oleh sekelompok nama besar di Silicon Valley, termasuk CEO Tesla Elon Musk dan Sam Altman, CEO OpenAI—walau akhirnya Musk keluar pada 2018.

ChatGPT menjadi fenomenal selama tiga bulan terakhir karena layanan ini memberikan berbagai jawaban atas pertanyaan yang kita ajukan. Memang, layanan ini bukan hal baru bagi kita. Ketika membutuhkan sebuah jawaban dari sebuah pertanyaan, kita akan berselancar ke dunia maya dan bertanya kepada mesin pencari, seperti Google Search atau Microsoft Bing.

Dengan Google search, kita akan mendapatkan jawaban setelah membuka berbagai situs yang berkorelasi dengan pertanyaan kita, yang jumlahnya puluhan hingga ratusan. Selanjutnya kita akan meng-klik dan membaca satu-satu. Sebuah proses yang memakan waktu. Namun, lebih baik ketimbang kita harus membuka dan membaca berbagai buku atau jurnal dari rak kita.

Dunia digital pun terus berkembang. Sebagai pengguna ponsel pintar (smartphone), Anda bisa bertanya kepada Siri (bagi pengguna Apple) atau Google Assistant (Android) tentang suatu hal hanya melalui suara. Terlihat keren walaupun kurang membantu karena adanya keterbatasan.  Tapi setidaknya; Anda tidak perlu ribet mengetik sesuatu melainkan cukup berbicara.

Mirip dengan search engine, ChatGPT memiliki kemampuan memberikan informasi singkat namun mengena sehingga—setidaknya—kita bisa mendapatkan jawaban singkat. Bahkan bisa membuat memo, email, jadwal pertemuan bahkan ucapan selamat ulang tahun kepada atasan jika dibutuhkan. Dengan kata lain, ChatGPT sudah menjadi personal assistant kita. Dan dari puluhan pertanyaan yang saya ajukan, keterangan dari ChatGPT sangat rasional. Selanjutnya, kita sebagai pencari informasi cukup mengembangkan dengan nalar sendiri.

Kemudahan yang ditawarkan ChatGPT dalam mencari sebuah informasi menjadikan siapa saja bisa membuat konten dengan mudah. Bahkan untuk orang yang awam akan sebuah topik. Dan, pastinya fasilitas ini bisa membantu para pelaku media (jurnalis) dalam menjalankan pekerjaannya. Sebagai pembaca, berita yang tersaji di berbagai media—-online atau offline—seakan terlihat mudah. Namun, bagi saya yang menjalani profesi Humas lebih dari tiga dekade; saya mafhum bahwa membuat sebuah berita bukanlah perkara gampang. Di belakang semua itu, ada berbagai proses seperti riset yang mendalam, wawancara, editing, yang pastinya memakan banyak waktu dan tenaga sebelum sebuah artikel akhirnya tersajikan.

ChatGPT akan membantu pekerjaan para jurnalis yang setiap harinya dituntut untuk menyajikan konten yang relevan untuk para audiensnya secara cepat. Para jurnalis itu bisa bertanya kepada ChatGPT untuk mengetahui hal terkini hingga hal mendasar dari sebuah informasi. Sebut saja, ketika seorang jurnalis muda ditugaskan untuk mengulas kenaikan suku bunga acuan. Sang jurnalis muda itu bisa mencari tahu apa itu BI 7-day (Reverse) Repo Rate, apa fungsi dari kenaikan suku bunga, berapa suku bunga saat ini, dan seterusnya dengan lebih cepat ketimbang membaca puluhan artikel. ChatGPT bisa membantu para jurnalis untuk mempersingkat proses riset yang banyak menghabiskan waktu dan tenaga. Saya berani mengatakan bahwa 50 hingga 70 persen proses riset dari seorang jurnalis akan terbantu dengan kehadiran ChatGPT.

PERAN JURNALIS KEDEPAN

Kehadiran sebuah hal pastinya akan memiliki dua sisi: positif dan negatif. Meski ChatGPT bisa membantu pekerjaan jurnalis, muncul pertanyaan apakah AI akan menggantikan peran jurnalis?

Konteksnya adalah jika sebelumnya media adalah sebuah platform bagi kita dalam mencari informasi, apakah mereka masih dibutuhkan? Sebab, AI bisa menjawab semuanya. Belum lagi, ChatGPT bisa memberikan informasi secara relevan yang sesuai kebutuhan kita—bahkan membuat puisi sekalipun.

Dunia digital yang mengubah segalanya turut mengubah cara kerja dan proses para jurnalis untuk menyajikan berita dalam 10 tahun terakhir. Seorang jurnalis pernah “curhat” kepada saya. Transformasi media di dunia digital menjadikan waktu untuk melakukan konfirmasi menjadi semakin pendek. Padahal mereka memiliki key performance index (KPI) yang harus diraih: ambil contoh 10 juta views atau 8 juta monthly active users (MAU) dalam setiap bulannya. Kecepatan dan kuantitas menghasilkan berita menjadi utama. Jika KPI belum tercapai, jurnalis itu akan merilis berita dengan judul yang berbeda walau isinya mirip. Membuat artikel dengan judul click bait terkadang tak terelakkan.

Di tengah tuntutan itu, AI bisa menjadi sebuah solusi ketika seorang jurnalis dituntut untuk menyajikan berita secara cepat. Layanan ini bisa mempermudah tugas mereka ketika melakukan riset. Walau bisa menghemat waktu; bukan berarti seorang jurnalis bisa mengandalkan AI sepenuhnya.

Pasalnya, profesi jurnalis mengandalkan adanya konteks, empati, edukasi, dan pastinya etika ketika menjalankan tugasnya. Bisa saja seorang jurnalis mengandalkan ChatGPT ketika ingin menulis berita (semisal copy paste), namun tanpa adanya konfirmasi dan akurasi, maka ada hal yang dipertaruhkan: kredibilitas media termasuk sang jurnalis itu sendiri.

Jadi apakah AI dengan produknya seperti ChatGPT akan menggantikan peran jurnalis dan media ke depannya? Saya pastikan tidak. AI hanyalah sebuah robot yang dilatih agar semakin pintar. Dia tidak memiliki emosi dan bisa saja salah memberikan informasi. Dia juga tidak bisa bertanggung jawab atau memberikan konsekuensi jika keliru memberikan jawaban. AI hanya sebuah alat yang bisa membantu tugas awak media, dalam hal ini mempermudah proses riset. Berkolaborasi dengan AI bisa menjadi sebuah opsi walau bukan harga mati.

Dan, ChatGPT pun menyadari hal itu ketika saya bertanya apakah “dia” akan menggantikan pekerjaan jurnalis. Dia menjawab bahwa dirinya tidak akan menggantikan posisi jurnalis manusia karena perlu adanya konteks sehingga bisa memberikan informasi yang akurat.

Semoga media di Indonesia bisa selalu menjadi sumber informasi yang akurat, kredibel serta menjadi verifikator untuk mendidik masyarakat Indonesia, kini hingga nanti. Selamat hari Pers Nasional!

Sumber: Bisnis Indonesia edisi 9 Februari 2023