News

Jalan Menuju Puncak Pengimplementasian Pengukuran dan Evaluasi Berbasis AMEC

Sejumput Refleksi 2022 dan Outlook untuk Tahun 2023
Fardila Astari, IAPR

Setahun sudah organisasi profesi Perhumas dan media terdepan dalam kehumasan, PR Indonesia mendorong pengukuran dan evaluasi yang distandariasi oleh Association of Measurement and Evalution of Communication (AMEC) di Indonesia. Hal ini harus dilanjutkan di tahun 2023, mengingat dasar-dasar pengembangan strategic planning atau perencanaan stratejik (dari riset sampai pengukuran dan evaluasi) oleh para praktisi PR masih menemui jalan berliku dan terjal dalam menciptakan komunikasi yang berdampak pada perubahan organisasi, perubahan social dan kontribusi terhadap pertumbuhan perusahaan, institusi atau organisasi. Hal ini tentunya tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di seluruh dunia.

Global Alliance yang baru-baru ini mempublikasikan hasil riset dunia tentang “Trends In Reputation And Intangible Asset Management “, menyebutkan bahwasalah satunya masalah adalahmasih di bawah 50% perusahaan atau organisasi menerapkan model pengukuran untuk menguji keefektifan reputasi baik dari sisi komunikasi,  stakeholder trust management dan pengukuran reputasi bagi CEO. Untuk sektor pembangunan sustainability, masih perlu memperhatikan pengukuran kemajuan perusahaan dengan goals sustainability dan mengukur serta mengelola dampak produk investasi yang berkelanjutan terhadap bisnis itu sendiri. Sementara itu dari sisi ethics diharapkan para praktisi mampu menentukan indikator-indikator yang mencerminkan dampak pengelolaan ESG terhadap bisnis.

Hasil riset dari Global Alliance tersebut membuktikan bahwa dunia bisnis  mulai menuntut para praktisi PR untuk  mampu mempertanggungjawabkan/membuktikan hasil-hasil kerja nya pada dampak (perubahan organisasi, perubahan social dan kontribusi terhadap pertumbuhan perusahaan, institusi atau organisasi) yang lebih tangible kepada bisnis/organisasi/institusi.

Dari hasil pengamatan training dan workshop yang penulis lakukan kepada kurang lebih 2000 orang professional kehumasan di berbagai sektor di sepanjang  tahun 2022 di seluruh Indonesia, ditemukan beberapa room for improvement, tentang:

  1. Memahami profil management perusahaan, institusi atau organisasi, (visi, misi, dan capaian management/divisi/direktorat dimana komunikasi dapat memberikan kontribusi).
  2. Melakukan Riset dan Analisa komunikasi secara sederhana dan memahami dimensi-dimensi riset sebagai dasar menemukan permasalahan.
  3. Pengembangan strategi komunikasi:
    1. Menentukan tujuan komunikasi yang berbasis kualitatif dan kuantitatif dengan Specific, Measurable, Attainable, Relevant, Time -Bound, Evaluated, Reviewed (SMART (ER)).
    1. Mengembangkan pesan yang berakar pada tujuan perusahaan/institusi/organisasi berbasis riset khalayak sasar: minimal pesan mampu menjawab akar masalah, memfasilitasi motivasi, kebutuhan dan harapan-harapan khalayak sasar.
    1. Aktivitas yang lebih terstruktur dengan menggunakan Paid, Earned, Shared dan Owned (PESO).
  4. Pengukuran berbasis: Outputs, Out-takes, Outcomes and Impact.
  5. Memahami Barcelona Principles 3.0 (BP3.0) secara holistic dan terintegrasi.

Dari hasil observasi dan temuan lapangan, tidak sedikit yang berpendapat bahwa konsep strategic planning yang terintegrasi dari riset sampai dengan pengukuran dan evaluasi yang di dorong oleh AMEC, adalah teoritis. Padahal di AMEC sendiri beranggotakan para praktisi PR, akademisi dan professional PR di seluruh dunia dari berbagai sektor. Para praktisi PR ini  berkerja bersama untuk menciptakan  konsep dengan langkah-langkah yang memang sangat penting untuk diikuti para praktisi dan professional PR agar apapun strategi komunikasi yang dikembangkan dan diimplementasikan mampu memberikan dampak nyata bagi tujuan perusahaan, institusi atau organisasi pada perubahan organisasi, perubahan social dan pertumbuhan.




Riset adalah kunci, Analisis adalah Critical Thinking

Sudah terlalu lama kita mengabaikan riset sebagai kunci dalam menemukan permasalahan khalayak sasar. Riset selalu dianggap optional (kalau ada anggaran), hal yang sulit, teoritis dan matematis.  Pada akhirnya sering para professional menjustifikasi sebuah permasalahan dari sebuah professional intuisi (perasaan), judgement, dan temuan pihak lain (katanya) dalam memvalidasi  sebuah masalah.  Hasilnya bisa jadi salah dan bisa juga benar (gambling). 

Riset dan analisis adalah dua sahabat yang tidak dapat dipisahkan. Dengan riset yang baik tanpa pengolahan data dan analisis yang kuat menjadikan data-data riset  tidak mengandung informasi yang bermanfaat pada pengembangan strategi komunikasi bagi praktisi PR.

Dengan mengetahui permasalahan khalayak sasar yang specific berbasis riset maka praktisi PR di tantang mengasah kemampuan critical thinking nya  dalam menjawab permasalahan yang bertujuan pada outcomes dan impact. Kemampuan praktisi PR dalam melakukan analisis dari hasil riset,  akan mampu menciptakan ide-ide kreatif dan innovative yang saling berkaitan satu sama lain dengan menggunakan seluruh aset-aset komunikasi dan management stakeholders yang dimiliki, bahkan tidak terbatas praktisi PR mampu menciptakan aset komunikasi apabila tidak dimiliki dan diperlukan.

Khalayak Sasar yang Nyasar

Kesalahan mendasar lain yang sering ditemukan adalah memilih khalayak sasar yang terlalu lebar/luas dan tidak spesifik (gender atau area, dan lainnya dalam rangka piloting) sehingga pada saat menetapkan tujuan, pesan dan aktivitas komunikasi, kurang tepat sampai akhirnya akan menciptakan pengukuran yang menjadi bias bahkan berpotensi pada kegagalan komunikasi.

Pehamanan praktisi PR pada masalah, motivasi, kebutuhan dan harapan khalayak sasar tidak terpaparkan dengan baik karena belum mengetahui kegunaan dari informasi-informasi tersebut dalam membangun strategi pesan dan aktivitas komunikasi berbasis PESO.

Strategi Komunikasi tanpa Tujuan dan Pesan yang Jelas

Menurut Paul Noble pengarang dari buku “Evaluating Public Relations” bahwa “The fulcrum of evaluation is objective setting” artinya bahwa tumpuan dari evaluasi adalah tujuan komunikasi.

Berbasis pada  BP3.0 prinsip ke-1 yang menyebutkan bahwa tujuan komunikasi  harus ditemukan dari hasil riset dengan menyebutkan arah perubahan yang diinginkan yang berbasis outcomes (kualitatif) dengan target perubahan secara angka (kuantitatif).

Tujuan komunikasi yang jelas akan menciptakan pesan, aktivitas komunikasi berbasis PESO yang strategic, inovatif dan kreatif dengan menyesuaikan situasi anggaran dan sumber daya manusia yang lebih rational.

Salah Paham tentang PESO

Menentukan aktivitas komunikasi berbasis PESO adalah rekomendasi AMEC dalam rangka menstrukturisasi cara pemilihan media yang paling stratejik dan cocok pendekatannya dengan khalayak sasar. Di dalam observasi ditemukan bahwa para praktisi masih berfokus pada earned, owned media dan kampanye tertentu menggunakan paid. Sementara shared media dipahami secara dangkal sebagai penyebaran materi satu arah kepada banyak pihak.

Shared dipahami penulis, jauh memiliki nilai luar biasa daripada sekedar menyebarkan materi satu arah kepada banyak pihak dan memiliki kendrungan melihat khalayak sasar sebagai objek daripada subjek. Shared dimaknai sebagai menciptakan kolaborasi dan shared value yang mampu memberikan dampak multi channels (paid, erned dan owned) dari multi stakeholders. Yuswohady dalam bukunya yang berjudul “CROWD” mengatakan bahwa “Your core competence is CONNECTING the customers “ (customer = stakeholders). Maka dengan memahami shared,  core kompentensi PR naik kelas dengan menciptakan kolaborasi dan shared values diantara stakeholders yang memiliki nilai dan misi yang sama untuk mencapai tujuan yang sama.

Pengukuran sampai Dampak

Pengukuran komunikasi yang saat ini masih banyak digunakan para praktisi PR adalah PR value walau ada di beberapa temuan, praktisi PR sudah tidak menggunakan lagi PR value namun pengukuran komunikasi masih berbasis Outputs (pada jumlah) dan Outtakes (pada respon) belum atau tidak dilakukan riset untuk mengukur Outcomes (perubahan mindset atau perubahan perilaku) bahkan menyangkutkan capain Outcomes pada Impact (perubahan organisasi, perubahan social dan kontribusi terhadap pertumbuhan perusahaan, institusi atau organisasi).

Menurut BP3.0, prinsip 6, praktisi PR harus “ Go beyond “coverage” or vanity metrics such as “likes” and “impressions” to have a better understanding of the target audience ecosystem by focusing measurement on engagement, conversion, perception/attitude change, consideration, and purchase intent/behavior change” lebih menfokuskan pada pengukuran engagement, perubahan pemahaman/perilaku dari pada pengukuran coverage atau “metrik kesombongan” (vanity metrics) seperti jumlah likes dan impression.

Barcelona Principles 3.0 adalah tuntunan

Berikut adalah hal-hal yang terdengar ketika membahas tentang BP3.0, malas membaca Barcelona Principals 3.0 karena berbahasa inggris, sulit dipahami, berpikiran bahwa BP3.0 adalah hal berbeda dari AMEC.

BP3.0 adalah tuntunan dalam memahami strategic planning dari riset sampai pada pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC. Untuk itu, sangat direkomendasikan membaca BP3.0 yang berbahasa Inggris daripada yang berbahasa Indonesia. Banyak hal yang misleading ketika membaca hasil terjemahan yang berbahasa Indonesia sehingga poin-poin tentang prinsip-prinsip BP3.0 tidak dapat dipahami di secara holistic dan terintegrasi dari mulai riset dan analisis, strategi komunikasi sampai tahap menentukan pengukuran dan evaluasi.

Tahun 2023, masih tahap coba-coba?

Usaha dari Perhumas dan PR Indonesia untuk mendorong pada pengukuran pada dampak sangat di respon positif oleh para pemimpin perusahaan, organisasi, akademisi maupun institusi pemerintah. Semakin banyak praktisi PR yang mulai menerapkan pengembangan strategic planning dari mulai menerapkan riset sampai dengan menentukan pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC, ini.

Mari mulai mencoba setahap demi setahap, tidak perlu sempurna karena di dalam BP3.0 sendiri disampaikan pada prinsip 4 bahwa “Remember that we are measuring results and progress , not necessarily success”, dengan kata lain bahwa pengukuran komunikasi ini adalah menciptakan para praktisi PR dan organisasinya untuk menjadi jiwa -jiwa “pembelajar”. Setiap kesuksesan akan di catat sebagai langkah awal menuju kesuksesan yang lebih tinggi begitu juga dengan ketidaksuksesan, sebagai catatan bagi semua pihak untuk tidak mengulang pada kesalahan yang sama.

Pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC dapat digunakan pada strategi komunikasi baik untuk corporate communication, internal communication, kampanye,  penanganan krisis dan lainnya,

Tahun 2023 dan tahun mendatang, menuntut para praktisi PR untuk ikut berkontribusi dalam penciptaan komunikasi yang berdampak pada perubahan mindset dan perilaku masyarakat Indonesia. Masalah-masalah yang dihadapi Indonesia seperti climate change,  stunting, tuberculosis (TB), kesehatan masyarakat (obesitas, jantung, stroke, dll), korupsi, dan lainnya menjadi tanggung jawab bersama para pemimpin dan para praktisi PR.

Para praktisi PR yang sudah mahir dalam membuat strategic planning (mulai menerapkan riset sampai dengan menentukan pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC)  diyakini mampu mengembangkan kampanye-kampanye PR yang berdampak pada perubahan social yang lebih besar. Dengan kampanye komunikasi berdampak dapat memperkuat reputasi dan pertumbuhan Indonesia dan tentunya Indonesia Bicara Baik di kancah global.