News

Peran Karyawan sebagai Influencer Majukan Perusahaan

Saat ini influencer media sosial menghadapi tantangan terkait keaslian (authenticity), dengan kurangnya aspek ketulusan, transparansi, dan kejujuran yang mengarah pada penurunan kepercayaan publik, baik oleh perusahaan yang mungkin menggunakannya sebagai influencer berbayar maupun dari para pengikutnya. 

Pada saat yang sama, peran karyawan sebagai influencer meningkat. Berbagai kajian di negara-negara maju dan berkembang menemukan bahwa karyawan dinilai sebagai sumber informasi yang kredibel, dipercayai oleh 54% responden. Hal itu lebih tinggi dari jurnalis yang hanya mendapat skor 36%. Karyawan sebagai influencer media sosial menjadi pembahasan yang menarik karena mereka memainkan berbagai peran sebagai advokat online, ambassador, dan juru bicara secara informal.

Apa yang disuarakan oleh influencer karyawan terbukti efektif dalam membangun reputasi, citra, dan brand perusahaan. Seiring dengan jumlah karyawan dari kelompok usia milenial dan zenial yang masuk ke perusahaan. Potensi ini mendorong perusahaan untuk memandang ini sebagai strategis dalam mengoptimalkan peran karyawan sebagai influencer, melengkapi paid influencer yang sebelumnya dijadikan strategi marketing communications oleh beberapa perusahaan global dan nasional. 

Perusahaan bisa memanfaatkan karyawan sebagai influencer untuk memajukan bisnis perusahaan. Karyawan yang bertindak sebagai influencer bisa menciptakan keterlibatan dan dukungan pelanggan, bahkan prospek penjualan, dan informasi manajemen (seperti opini tentang produk dan perusahaan keputusan). 

Hal itu terungkap dari hasil riset kolaborasi antara School of Business and Management (SBM), Institut Teknologi Bandung dan Huddersfield Business School, The University of Huddersfield yang mengeksplorasi bagaimana badan usaha milik negara (BUMN) di Indonesia memilih dan mengelola employee influencers mereka. Penelitian yang didanai oleh SBM ITB International Join Research Grant mengungkapkan bahwa keterlibatan employee influencers adalah sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi. 

Hal itu harus dilakukan dengan memperhatikan apa yang menarik bagi pelanggan dan kebutuhan employee influencers, termasuk kebutuhan mereka untuk tetap harus menampilkan authenticity dan kebutuhan mereka untuk ‘dikelola’ secara profesional dan dipahami dengan baik perannya serta didukung secara aktif. Penelitian ini dilakukan oleh empat periset dari akademisi dan 1 praktisi; yang digawangi N. Nurlaela Arief (ketua tim riset dari SBM ITB), Anne Gregory (Huddersfield Business School, The University of Huddersfield), Aria Bayu Pangestu dan Dany Muhammad Athory Ramdlany (SBM ITB), dan I Made Ariya Sanjaya (Kazee). 

Manfaat bagi perusahaan  

Manfaat penerapan influencer bagi perusahaan ialah; menciptakan koneksi emosional dengan berbagai stakeholders baik internal maupun eksternal, meningkatkan engagement perusahaan dengan karyawan, mengembangkan hubungan yang autentik dan akrab antara perusahaan dengan konsumen yang dibangun oleh para karyawan dengan para pengikut mereka di media sosial, dan meningkatkan reputasi dari karyawan sendiri atau personal branding yang ini banyak diminati oleh para karyawan dari kelompok muda. 

Lantas, bagaimana kepercayaan publik terhadap bisnis, NGO, pemerintah dan media? Menurut trust barometer, tingkat kepercayaan publik di Indonesia terhadap karyawan sebesar 77%. Angka ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan profesi lain. Bahkan termasuk yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia. (Edelman, 2022)

Sesuai dengan program kolaborasi international joint research kerja sama Huddersfield Business School, Inggris dan SBM ITB yang telah dilakukan sejak 2018–2020, telah memetakan bagaimana praktik ini berjalan di 11 Industri strategis di BUMN dan praktik di perusahaan swasta. 

Saluran media yang disebarkan oleh karyawan mendapatkan perhatian lebih tinggi. Apa yang disebarkan oleh karyawan termasuk saluran-saluran komunikasi yang miliki oleh perusahaan (owned media) pada saat pandemi; publik memberikan pembelajaran bagaimana peran dari para karyawan menjadi sumber yang tepercaya dan bertahan. Di saat perusahaan sedang masa sulit para karyawan memberikan dukungan, untuk mendapatkan dukungan dari publik dari masyarakat. Perusahaan BUMN dan swasta sangat krusial untuk memelihara dan mengembangkan peran karyawan sebagai influencer

Peneliti mengimplementasikan analisis konten pada aktivitas media sosial employee influencers BUMN di platform Instagram, dengan pengumpulan data optimasi big data sejak 2018-2020. Juga dilakukan forum group discussion (FGD) secara daring sebanyak dua kali dengan total 22 influencer karyawan dari 11 industri strategis BUMN Indonesia.

Konten

Riset mengungkapkan bahwa perusahaan harus mengetahui dan memberikan panduan tentang efektivitas keterlibatan influencer. Efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh konten dasar unggahan dari employee influencers. Yang paling jelas, konten influencer yang sesuai dengan minat followers-nya menjadi hal yang sangat penting. Apalagi ketika minat followers bertepatan dengan produk atau layanan BUMN, keterlibatan dan respons yang lebih tinggi akan muncul.

Disarankan ketika influencer mengunggah tentang organisasi mereka, itu harus selaras dengan bisnis BUMN. Misalnya, influencer dari sektor aviasi, elektrifikasi, transportasi, infrastruktur, ketika menunjukan bahwa posting yang lebih menampilkan visual yang menantang, pekerjaan yang penuh risiko, tidak dapat dijangkau oleh publik mendapatkan engagement yang tinggi.

Riset juga menunjukkan bahwa engagement yang tinggi berasal dari unggahan yang sesuai dengan minat influencer dan followers, dan pada saat yang sama memuat informasi yang cukup dan menarik tentang BUMN. Selain itu, temuan penelitian menunjukkan bahwa keragaman konten, kreativitas, dan tautan yang relevan dengan perusahaan pada dasarnya merupakan hal yang penting. Konten informatif saja tidak cukup untuk mendorong keterlibatan yang baik.

Dalam kajian literatur, riset tersebut berkontribusi dalam pengetahuan saat ini dengan memperluas pemikiran. Riset ini telah memperkenalkan istilah employee influencers dan membedakan peran dari employee advocates. Selain itu, riset menemukan bahwa manajemen employee influencers di BUMN Indonesia perlu menjaga hubungan otentik karyawan mereka dengan followers-nya.

Dukungan untuk employee influencers juga dapat dilakukan manajemen dengan memberikan pelatihan; menyediakan materi seperti disain visual, video dan panduan untuk diunggah, pengakuan bahwa reputasi pribadi atau personal branding mereka sendiri untuk menjaga otentisitas harus dipertahankan, dan yang terpenting, pengakuan atas kontribusi karyawan. 

Pengelolaan influencer

Sangat menarik bahwa bayaran bukanlah motivator utama bagi employee influencers. Namun apresiasi lain yang bisa diberikan. Mengingat responden dalam riset ini adalah kaum milenial, tampaknya hal yang memotivasi mereka adalah networking dan kesempatan untuk memberikan influence dengan komunitas lain. Ini menunjukan penciptaan modal sosial dan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan dan peluang untuk kemajuan yang mengarah pada karir. Akhirnya, jelas bahwa kepuasan kerja dan aktualisasi diri adalah elemen penting. 

Anne Gregory menambahkan, penelitian ini menghasilkan model teoretis yang memberikan informasi proses pengelolaan employee influencers dan dapat diimplementasikan dalam perusahaan. Model tersebut terdiri dari hub komunikasi yang bertindak sebagai enabler dan fasilitator yang dapat melayani dan menengahi kepentingan dan kebutuhan influencer dan BUMN. 

Secara praktis, ini berarti employee influencers diberikan panduan dan prosedur operasi standar (SOP) oleh pusat komunikasi, yang juga menyediakan informasi dan konten yang dapat diunggah atau dibagikan melalui media sosial dan saran tentang cara melakukannya secara efektif. 

Panduan dan SOP juga merupakan ‘langkah keamanan’ penting yang memastikan bahwa employee influencer tidak mendistribusikan informasi yang dibatasi atau rahasia tentang perusahaan. Ini tidak berarti bahwa perusahaan memiliki kendali penuh atas media sosial employee influencers. Mereka memiliki kebebasan untuk membagikan atau memposting informasi perusahaan sesuai dengan pedoman dan dengan memperhatikan pengetahuan mereka tentang followers mereka.

Komunikasi internal yang didesain dapat mendorong berbagai pihak untuk memanfaatkan secara kolaborasi dan kooperasi dengan karyawan menjadi aset, bukan hanya infrastruktur, karyawan menjadi pusat dari informasi. Ini semakin menjadi tren. Leadership tentang bagaimana para pimpinan mendorong brand identity, customer experience, employee engagement telah bergesar, selain para pemimpin sendiri, plus disertai para karyawan. 

Bahwa karyawan menjadi bagian dari peran tersebut, employee influencer menjadi key brand asset, bagaimana pengambilan keputusan dari customer saat ini dilakukan dengan cara yang berbeda. Bagaimana bahwa emosi, opini, identitas dan rasional menjadi pilihan untuk mendukung pengambilan keputusan. Untuk dipilih oleh customer, perusahaan mengatakan sesuatu tentang personal identity, namun karyawan dapat mengatakan hal lain pandangan lain yang bisa diterima oleh para pengikutnya. 

Media sosial artinya reputasi dari karyawan didukung oleh media sosial yang mengutamakan apa yang orang-orang perwakilan perusahaan; yaitu karyawan kita katakan menjadi penting untuk menekankan apa yang dikatakan oleh karyawan sebagai broadcaster, mereka fast stronger dan more trusted.  Dalam organisasi terdapat perubahan power dynamics. Power tentang commanding, ketika kita di dalam organisasi, apapun dominan power yang dishare, new power berbeda saat ini. Untuk menjadi employee influencer, tidak harus selebriti. Selain itu juga tidak harus memiliki follower yang besar. Power bukan hanya dalam individu tapi disebarkan di grup dalam tim, seperti football team bagaimana mereka saling berbagi peran, bahkan sharing network dan relationship. Inilah mengapa pentingnya employee influencer dikelola dengan terintegrasi untuk tujuan professional dan bisnis strategis. 

Sumber: mediaindonesia.com