News

Reorientasi Paradigma Public Relations Pasca Pandemi Covid-19

Jakarta, 15 Juni 2020 – Pandemi Covid-19 membawa perubahan dari berbagai aspek, tak terlepas aspek akademis. Saat ini dibutuhkan pendekatan baru untuk memahami fenomena komunikasi yang terjadi. Untuk itu, Universitas Esa Unggul, Fakultas Ilmu Komunikasi, berkolaborasi bersama PERHUMAS.

Mengangkat topik, “Reorientasi Paradigma Public Relations Pasca Pandemi Covid-19”, seri Webinar Fikom kali ini mengundang Drs. Dani Vardiansyah, M.Si, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul dan Dr. Emilia Bassar, M.Si, IAPR, Wakil Ketua Bidang Pelatihan & Keanggotaan PERHUMAS dan CEO CPRCOM sebagai narasumber.

Bagi Dani, “kondisi saat ini semua tergantung bagaimana perspektif dan paradigma kita”. Perubahan kebiasaan pasca pandemi Covid-19 memberikan perspektif baru dalam melakukan aktivitas.

Paradigma pada Normalitas Baru membuat citra menjadi komoditas penting dalam aktivitas komunikasi. Citra yang merupakan objek penyampaian pesan bagi Public Relations, menjadi semakin interaktif pada era digital saat ini.

Bagaimana menyajikan sebuah citra kepada khalayak membuat praktik pencitraan pada pasca pandemi Covid-19 semakin marak dilakukan. Memaksimalkan pesan dengan gambar atau video mendorong praktik pencitraan lebih efektif pada era digital.

Reorientasi menjadi tidak cukup, dalam beradaptasi saat ini perlu revolusi atau perubahan cepat. Tidak ada yang permanen kecuali perubahan, ketika paradigma berubah kita perlu beradaptasi dengan pendekatan saat ini yang lebih humanistik.

Terdapat 8 prinsip bagi PR sebagai strategi untuk reorientasi pendekatan, yaitu 1) Leadership; 2) Category; 3) Mind; 4) Perception; 5) Positioning; 6) Perspective; 7) Duality; 8) Opposite.

“Jangan biarkan transformasi digital membuat kita berkurang sisi kemanusiaannya,” ucap Dani. Paradigma bergeser, mari beralih dari Industri 4.0 ke Community 5.0, dari Modernisme ke Post-Modernisme, dan meningkatkan Creative Thinking & Character Building, ajak Dani pada penghujung paparannya.

Berubahnya kebiasaan dalam beraktivitas dari cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, kerja dari rumah dan belajar dari rumah, bahkan berbelanja secara online, membawa orientasi baru yang merubah paradigma kita.

Menurut Emilia, dengan pendekatan baru ini, telah mengubah cara kerja kita. Interaksi secara online menjadi pilihan, acara virtual menjadi tantangan, menceritakan pesan yang ingin disampaikan, perlu disampaikan secara lebih kreatif lagi. Keterlibatan khalayak di media sosial dapat mendorong percakapan atas pesan yang dikemas.

“Informasi harus dikemas dengan sekreatif mungkin agar pesan dapat diterima dengan mudah,” ucap Emilia. Bagi praktisi PR kreativitas menjadi kunci keberhasilan menyampaikan pesan.

Untuk dapat menarik perhatian khalayak, pesan-pesan dapat dikemas lebih personal dan menyentuh untuk mengambarkan keterlibatan individu (saya), kelompok (kami), atau komunitas (kita). Praktisi PR harus beradaptasi dengan situasi pandemi Covid-19.

Langkah-langkah adaptasi harus dilakukan yaitu dengan tetap berkomunikasi dengan publik internal dan eksternal, mengoptimalkan media sosial, buat kegiatan dan konten yang kreatif, kelola hoaks dan jaga reputasi lembaga/perusahaan, kolaborasi dengan berbagai lembaga (komunikasi pentahelix), tingkatkan kapasitas dan kualitas diri. (FA)