News

Komunikasi Publik Di Era Adaptasi Kebiasaan Baru

Jakarta, 25 Juli 2020 – Komunikasi Publik selalu menjadi sorotan masyarakat belakangan ini. Bagaimana komunikasi publik memainkan peran dalam proses adaptasi kebiasaan baru menjadi topi menarik untuk didiskusikan. Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS) yang berkomitmen untuk terus menghadirkan forum diskusi yang dapat memberikan inspirasi bagi perkembangan praktik kehumasan di Indonesia menggelar seri Webinar #IndonesiaBicaraBaik.

Pada seri pertama Webinar #IndonesiaBicaraBaik, “Komunikasi Publik di Era Adaptasi Kebiasaan Baru”, menjadi topik pembahasan narasumber yang datang dari berbagai instansi pemerintah. Communication Strategy Advisor Kantor Staf Kepresidenan RI, Dilla Amran dan Anggota Komisi 1 DPR RI, Farah Puteri Nahlia, hadir sebagai narasumber.

“Dalam perkembangan komunikasi publik pada masa pandemi Covid-19 ini belakangan terjadi perdebatan antara pemilihan diksi ‘New Normal’ dengan ‘Adaptasi Kebiasaan Baru’,” ungkap Dilla.

Hal ini menimbulkan krisis dalam komunikasi, bagaimana menyampaikan pesan dengan tujuan informasi publik menjadi bias dengan kata ‘New Normal’ atau ‘Normal Baru’ yang dianggap masyarakat sebagai kembali ke aktivitas normal yang sedia kala.

Seiring dengan isu yang berkembang di publik. Disinformasi dan hoaks justru malah membanjiri komunikasi publik di masyarakat Indonesia. “Hingga sekarang kita merubah pendekatan komunikasi dari komunikasi resiko ke komunikasi krisis,” ujar Dilla.

Dinamika komunikasi publik pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini masih berjuang pada mengedukasi masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat saat ini yang cukup tinggi, masih perlu ditingkatkan kembali, hingga penyesuaian kebiasaan baru saat ini menjadi norma sosial di masyarakat.

Perilaku masyarakat belum berkorelasi dengan tingkat pengetahuan ini menjadi masalah baru dalam komunikasi publik pada masa pandemi. Menjadi tantangan besar bagi komunikasi publik untuk dapat menyelaraskan pengetahuan publik terhadap pandemi Covid-19 dengan perilaku masyarakat.

“Strategi komunikasi publik yang dijalankan saat ini adalah strategi komunikasi partisipatif berbasis pentahelix,” ucap Dilla. Menjadi tantangan bagaimana pemerintah untuk menjangkau institusi sosial lain, untuk turut serta menyampaikan informasi penanganan Covid-19 di Indonesia.

Presiden Joko Widodo pun sering kali menghimbau strategi komunikasi publik dalam penanganan pandemi Covid-19, “komunikasi yang partisipatif, membangun kepercayaan yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan data sains guna membangkitkan partisipasi masyarakat dan memasifkan kembali gerakan nasional disiplin protokol kesehatan.”

“Narasi yang dibangun dalam komunikasi publik sekarang harus mencerminkan harapan,” ujar Dilla. Ini sangat penting untuk menyampaikan kepada masyarakat untuk tetap memiliki semangat. Dalam adaptasi kebiasaan baru ini, pergerakan ekonomi dan melindungi kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama pada kebijakan publik, dan hal ini yang perlu dikomunikasikan kepada masyarakat.

Pemerintah mendapat kritik untuk memperbaiki komunikasi publik oleh berbagai pihak. Bagaimana kebijakan dan komunikasi tidak sinkron antara satu lembaga dengan lembaga lain hingga mengakibatkan kebingungan di masyarakat. Kata ‘Normalitas Baru’ penyesuaian aktivitas ekonomi dengan protokol kesehatan dipertanyakan masyarakat.

Masyarakat menganggap dibukanya kembali aktivitas ekonomi dengan protokol kesehatan dirasakan tidak berjalan seiringan, hal ini yang menimbulkan kebingungan yang membuat kehilangan kepercayaan publik. “Penting bagi kita untuk mendukung pemerintah merealisasikan lingkungan aman bagi masyarakat beraktivitas,” ujar Farah.

Perilaku masyarakat dalam mengakses internet atau gawai mereka menjadi hambatan dalam komunikasi publik. Menurut Farah, “hal ini menjadikan masyarakat tidak mempercayai informasi yang datang dari media massa, pemerintah ataupun ahli kesehatan.”

Penguatan ketersediaan akses, pengembangan kapasitas SDM dan peningkatan infrastruktur. Menciptakan sistem komunikasi publik yang terintegrasi berbasis pentahelix dengan melibatkan elemen pemerintah, akademisi, swasta, media dan komunitas. Mendorong komunikasi publik tidak satu arah dan kaku, tetapi mengembangkan komunikasi partisipatoris yang mengedepankan public engagement. Menjadi kunci keberhasilan komunikasi publik untuk melakukan counter issues yang berkembang di masyarakat. (FA)