News

How To Manage PR Crisis In Social Media

Rabu, 29 Agustus. Kemenristekdikti mengadakan Rapat Koordinasi Kehumasan 2018, Perguruan Tinggi Negeri & Kopertis seluruh Indonesia dengan mengangkat tema “Tantangan Humas Zaman Now”. PERHUMAS diundang menjadi pembica dalam rangkaian acara tersebut yang diwakili oleh Bidang Komunikasi dan Publikasi, Dian Agustine Nuriman. Turut hadir sebagai pembicara Adita Irawati (Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi) dan Nukman Luthfie (Pakar Digital dan Media Sosial). Acara seminar yang bertempat di Harris Hotel & Conventions Malang ini membawa topik “How To Manage PR Crisis In Social Media”, sebagai pembahasan para narasumber.

“Sudah saatnya menjadi Humas Zaman Now yang melek social media untuk siap menghadapi Tantangan Zaman Now. Para Humas Perguruan Tinggi bukannya hanya paham menggunakan social media namun wajib membuat konsep dan strategi komunikasi yg efektif, unik dan kreatif melalui social media sehingga dapat bersaing positif untuk meningkatkan image dan reputasi khususnya di dunia digital.” Dian Agustine Nuriman, S.IKom, M.IKom, MIPR – BPP PERHUMAS & Founder NAGARU Communication

Melihat perkembangan teknologi informasi khususnya pada media sosial dimana informasi yang solid dengan hoaks menjadi bias, telah membawa dunia kehumasan kedalam era disrupsi. Hal ini menuntut praktisi humas harus cepat tanggap dalam menangani kecepatan informasi berkembang. Dewasa kini publik dapat dengan mudah mengemukakan pendapatnya atau biasa kita sebut “Online Review”. Ulasan publik secara langsung ini juga dapat dibaca secara luas dan memiliki impact terhadap citra dan reputasi perusahaan. Kemudian hal ini dapat menimbulkan krisis apabila terdapat ulasan negatif terkait produk ataupun kegiatan perusahaan.

Jika melihat seberapa besar pengaruhnya Online Review yang dapat kita temui di media sosial, perlu bagi praktisi humas untuk membuat standar prosedur penggunaan dan penanganan krisis dalam media sosial. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah issue berkembang, media sosial perusahaan harus memiliki standar prosedur sendiri agar konten yang diinformasikan dapat kita kontrol sesuai dengan tujuan kita berkomunikasi dalam media sosial. Konten apa dan kapan sebaiknya diposting juga perlu diberikan time table, agar informasi terkait kegiatan dan kampanye sosial perusahaan dapat dengan baik tersampaikan pada audiens dalam media sosial tersebut.

Kemudian jika issue sudah berkembang dan membahayakan citra dan reputasi perusahaan melalui media sosial, kita sebagai praktisi humas harus cepat tanggap menghadapinya walaupun kita belum sepenuhnya mendapatkan informasi yang lengkap terkait krisis yang menimpa perusahaan. Hal yang perlu kita lakukan pertama kali untuk meredam serangan dalam media sosial adalah dengan memberikan pernyataan bahwa kita mengetahui permasalahan yang terjadi dan meminta maaf jika memang kesalahan terletak pada kita. Berikan pernyataan pada channel mana krisis itu berawal, lalu kita juga bisa menyiapkan FAQs dan menyampaikannya melalui media sosial perusahaan. FAQs ini berfungsi untuk menekan pertanyaan-pertanyaan yang biasa muncul dan berkembang menjadi krisis.

Dalam lain kasus issue bisa jadi sudah terlanjur besar sampai Call Center perusahaan dipenuhi oleh telepon dari berbagai pihak yang meminta klarifikasi. Hal yang dapat kita lakukan jika sudah melakukan semua strategi dalam manajemen isu adalah dengan menjadikan setiap karyawan sebagai jurubicara perusahaan. Humas harus menjaga setiap karyawannya agar mendapatkan informasi yang benar terkait krisis yang sedang dihadapi perusahaan. Baik itu melalui memo, email, ataupun text message grup Whatsapp kantor perlu diinformasikan perkembangan penanganan krisis yang dilakukan perusahaan.

Saat Humas dan Manajemen tidak sempat menjawab seluruh pertanyaan publik, maka karyawan akan menjadi jurubicara yang mewakili perusahaan karena kita telah menyampaikan secara baik terlebih dahulu dalam komunikasi internal perusahaan. Dengan begitu publik bisa dengan cepat mendapat penjelasan terkait krisis yang tengah dihadapi. Jika krisis sudah dapat di redam, sudah sepatutnya kita belajar dari kesalahan dengan membuat standar prosedur penggunaan dan penanganan krisis dalam media sosial. Seminar ini kemudian ditutup dengan foto bersama peserta yang hadir. (FA)