News

Tahun Politik, Bagaimana Peran Praktisi Humas?

Indonesia sudah memasuki tahun politik, dimana suasanapun terasa semakin memanas saat berita miring dan informasi hoax bertebaran di berbagai macam media, terutama media sosial. Lalu bagaimana Humas memandang situasi ini dan bagaimana Humas harus bertindak dalam situasi ini?

 Jumat, 13 Juli 2018, PERHUMAS Indonesia menggelar kembali PERHUMAS Coffee Morning dalam tema “Public Relations Dalam Tahun Politik”. Acara ini diadakan sebagai ajang bersilahturahmi para Pengurus Pusat PERHUMAS Indonesia setelah Hari Raya Idul Fitri. Menemani Ketua Umum PERHUMAS Bapak Agung Laksamana, turut hadir juga Wakil Ketua Umum I , Bapak Heri Rakhmadi, Wakil Ketua Umum 2, Bapak Boy Kelana Soebroto, Sekretaris Umum, Ibu Ita Kusumawati. selain itu turut hadir Dewan Kehormatan PERHUMAS, Ibu Elizabeth Goenawan Ananto dan Ibu Miranty Abidin, Bapak Noke Kiroyan serta para Ketua Bidang-bidang kerja dan anggota Badan Pengurus Pusat PERHUMAS seperti Bapak A. Hadiansyah Lubis, Head of PR Trans TV (kabid Komunikasi dan Publikasi) Bapak Alfred F Menayang (kabid pelatihan dan keanggotaan) Bapak Arif Reza Fahlepi, Head Corcom FIF Group, Ibu Henny Puspitasari, PR Manager dari Metro TV dan masih banyak lagi.

Dalam pertemuan hadir sebagai pembicara Bapak Brigjen Pol Rikwanto, Karo Multimedia Divisi Humas Polri, kemudian Dr. Firsan Nova, Managing Director of Nexus Risk Mitigation and Strategic Communications, dan juga Arif Zulkifli, Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO membahas mengenai pandangan Humas dan juga bagaimana Humas bertindak dalam situasi ini.

Dalam pembukaannya singkatnya Bapak Agung Laksamana, Ketua Umum PERHUMAS Indonesia menyampaikan bahwa pada tahun ini posisi Humas dalam masa berbahaya, situasi politik yang semakin memanas membuat masyarakat menjadi sensitif. Lalu bagaimana cara para Praktisi Kehumasan dapat menyampaikan pesan yang dapat diterima dengan baik kepada masyarakat dan stakeholdersnya?

Memasuki sesi diskusi, Bapak Brigjen Pol Rikwanto menjadi pembicara pertama, dalam kesempatan ini, Pak Rikwanto menyampaikan dalam pemaparannya bahwa semua Humas memiliki Motif Komunikasi, begitu juga dengan tokoh-tokoh politik dan oknum-oknum yang menyebarkan hoax. Di era media social ini komunikasi mengarah pada motif propaganda dan Hoax menjadi salah satu alat Propaganda Politik. Penyebar Hoax ada bermacam-macam, ada yang Agresive dan juga Soft. Terdapat industri capital Hoax, mulai dari Pabrik Hoax – Makelar Hoax – Follower – Like & Share dan dari semua tahap itu  di design untuk sebuah kepentingan / menyebar kebencian. Oleh karena itu menurutnya Humas perlu kode etik profesi untuk menghadapi era kedepan agar tidak banyak praktisi Kehumasan yang menjadi Spin doctor / tukang pelintir isu yang dapat berpotensi menciptakan fake news atau hoax.

Kemudian pada kesempatan berikutnya, Dr. Firsan Nova menyampaikan pendapatnya mengenai situasi pada tahun politik ini. Posisi Humas dalam isu politik, kedepan akan dibutuhkan stakeholder engagement dan conflict solve. Banyak konsultant yang ingin ikut bergabung dalam tahun politik, antara hanya sekedar menonton atau terlibat dalam fenomena tsb. Posisi Humas pada posisi central pada politik. Sementara etika Humas dan realitas biasanya saling tumpang tindih. Menjalani kerja atas kepentingan atau mengutamakan etika profesi selalu menjadi perdebatan dalam hati nurani. Yang terpenting tugas kita adalah melindungi klien kita, dan merespon isu atau hoax. Karna pada tahun politik banyak yang menjadi tukang stampel atau menyerang kita dengan label negatif. Fokus pada Publik interest menjadi kunci keberhasilan dalam menangani issues.

Selanjutnya pembicara penutup dalam PERHUMAS Coffee Morning ini adalah Arif Zulkifli, menurut data yang ia miliki, Calon presiden dan calon wakil presiden akan menjadi topik pembuka dalam tahun politik. Terdapat kejutan dalam pilkada yaitu terdapat beberapa kandidat yang meraih suara signifikan lebih tinggi dari hasil survey sebelumnya. Oleh karena itu menurutnya semua golongan masyarakat harus menangani issue yang sudah terlanjur di percaya publik, harus merubah perspektif negatif publik. Sementara terdapat problem logistik dalam oposisi. Hoax ataupun pemberitaan terjadi karna fanatisme elektoral tergantung sudut pandang masing masing. Menurutnya, Humas harus memegang prinsip dasar kejujuran dan harus berkampanye demi kebaikan bersama.

Dari kesimpulan ketiga pembicara yang telah memaparkan materinya ini terbentuk suatu persamaan dalam sikap yang harus di tempuh oleh para praktisi Humas yaitu tetap memegang teguh kejujuran dan saling berkolaborasi dengan semua pihak juga menjaga netralitas dalam bekerja demi kebaikan Indonesia itu sendiri.

Tentunya juga PERHUMAS mengucapkan terima kasih kepada para Sponsor yaitu, Bank CIMB Niaga, PT Frisian Flag Indonesia, PT Chevron, FIF Group, dan Lenzing – PT. South Pacific Viscose atas dukungannya sehingga acara ini dapat berjalan dengan baik.